Senin, 25 Desember 2017
“Benarkah MK Melegalkan Zina dan
LGBT ?”
Selasa, 19 Desember
2017 Indonesia Lawyers Club (ILC)
sebuah acara talkshow yang tayang secara
live di TV One dan dipandu oleh Karni Ilyas. Yang bertemakan “Benarkah MK
Melegalkan Zina dan LGBT ?”
Kasus ini berawal pasca
Mahkamah Konstitusi menolak uji materi terkait zina dan LGBT yang diatur dalam
KUHP. Dalam KUHP yang berlaku saat ini aturan terkait praktik zina hanya
menjerat orang-orang yang sudah menikah, sementara hubungan yang sesama jenis
orang dewasa itu belum ada aturannya. Dan 4 hakim yang setuju uji materi
menilai pasal zina tersebut mempersempit definisi dan sudah tidak relevan
dengan kondisi saat ini. Maka sebaliknya 5 hakim yang menolak uji materi
berpendapat bahwa gugatan perluasan arti zina dan praktik zina kalangan LGBT
sudah termasuk dalam rancangan KUHP baru yang tinggal menunggu disahkan saja.
Berikut Pasal-pasal KHUP tentang LGBT :
§ Pasal 284
(1) Diancam dengan pidana penjara paling
lama sembilan bulan :
1.a Seorang pria yang telah kawin yang melakukan
mukah (versipel), padahal diketahuinnya bahwa pasal 27 kitab undang undang
hukum perdata berlaku baginya.
b. Seorang wanita yang telah kawin
melakukan mukah, padahal diketahuinya bahwa pasal 27 kitab Undang-undang hokum perdata
berlaku baginya.
2a. Seorang pria yang turut serta
melakukan perbuatan itu, padahal diketahuinya bahwa yang turut bersalah telah
kawin.
b. Seorang wanita yang telah kawin yang
turut serta melakukan perbuatan itu, padahal diketahuinya bahwa yang turut
bersalah telah kawin dan pasal 27 Kitab Undang-undang Hukum Perdata berlaku
baginya.
(2)
Penuntutan dilakukan hanya atas pengaduan suami/istri yang tercemar dan bila
bagi mereka berlaku pasal 27 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, dalam tenggang
waktu tiga bulan diikuti dengan permintaan bercerai atau pisah meja dan ranjang
karena alasa itu juga.
(3) Terhadap pengaduan ini tidak berlaku
pasal 72, 73, dan 75.
(4) Pengaduan dapat ditarik kembali
selama pemeriksaan dalam sidang pengadilan belum dimulai.
(5) Bila baagi suami-istri barlaku pasal
27 kitab undang-undang hukum perdata, pengaduan tidak diindahkan selama
perkawinan belum diputuskan karena perceraian atau sebelum putusan yang
menyarankan pisah meja dan ranjang menjadi tetap.
§ Pasal 285
Barang siapa dengan kekerasan adalah
dengan ancaman kekerasan memaksa seseorang wanita yang bukan istrinya
bersetubuh dengan dia, diancam karena melakukan pekosaan dengan pidana paling
lama dua belas tahun.
§ Pasal 292
Orang
dewasa yang melakukan perbuatan cabul dengan orang lain yang sesama jenis
kelaminnya dengan dia mengetahuinya atau sepatuhnya harus diduganya belum
dewasa, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.
Berikut
ringkasan pendapat para tokoh yang hadir di Indonesia Lawyers Club:
1.
Prof. Euis Sunarti (Pemohon Judicial
Review)
Adanya
eskalasi kejadian-kejadian dan data yang meningkat terkait penyimpangan, zina,
pemerkosaan dan seksual sesame jenis. Dari data langsung dilapangan suatu desa
yang perzinaan sekitar 60-70% yang dilakukan disana tidak lagi dengan orang
jauh bahkan dengan ipar dan mertua. Kemudian terkait dengan cabul sesama jenis
yang titik datanya itu sudah mencapai ribuan. Seharusnya generasi muda ini
menjadi penerus bangsa yang sudah terjerumus perilaku yang bertentangan dengan
nilai agama. Bukan hanya zina, pelaku LGBT pun meningkat secara drastis yaitu
mencapai 1400 kasus selama 6 bulan. Sehingga pada bulan Juni 2015 jumlah
pelanggaran mencapai 8013 kasus.
2. Dewi Inong Irama (Dokter Spesialis
Kulit dan Kelamin)
Perilaku
Seksual LGBT beresiko paling tinggi tertular IMS, perilaku LGBT adalah perilaku
yang memiliki resiko terkena penyakit HIV. Akibat dari berzina yaitu : Infeksi
Menular Seksual (IMS), HIV/AIDS, Sifilis, Gonore, IGNS, Hepatitis B, Ebola, dll.
Dan jika berhubungan seks menular yang bisa ditularkan IMS : Kelamin – Anal (dubur/anus)
Oral, Kelamin, Alat, dan Tangan.
3. Prof. Mahfud MD (Mantan Ktua MK)
Menurutnya MK bukan melegalkan LGBT
dan zina, melainkan menolak memberikan perluasan tafsir ketiga pasal yang
diajukan pemohon. selain itu sebagai lembaga yudikatif, mk tak memiliki
wewenang untuk membuat norma hukum yang baru. Selain itu ia menyebutkan ada
dana dar luar negeri sebesar 100 juta dollar atau sekitar 1,3 triliun agar LGBT
dan zina dilegalkan di Indonesia.
"Tapi
yang melarang harus legislatif [DPR], jangan MK [Mahkamah Konstitusi],"
ujarnya. Menurut Mahfud ada isu yang beredar tahun 2015 yakni dana sebesar 180
juta dolar AS atau setara dengan Rp 2,4 triliun masuk ke Indonesia untuk
melegalkan LGBT. Apabila dana tersebut bisa masuk ke DPR, maka kata dia, LGBT
bisa diloloskan. Pasalnya, sejumlah anggota DPR belum menyetujui zina dan LGBT
termasuk tindak kriminal atau bukan. Selain itu para aktivis, pihak NU dan
Muhammadiyah juga jangan sampai kecolongan. Karena, DPR dan pemerintah sudah
akan mengesahkan ini, sudah rampung 90 persen, tapi soal zina ini di-pending
karena kontroversinya.
Ø Opini yang berkaitan dengan
nilai-nilai Pancasila :
Dari segi
agama yang ada Indonesia semuanya tidak membenarkan dan tidak menyetujui
tindakan atau perilaku LGBT. Apalagi mayoritas agama di Indonesia itu adalah
Agama Islam, sudah sangat dijelaskan dalam Al-Qur’an bahwa Allah melaknat
kaumnya yang berbuat zina. Maka hal ini berkaitan dengan sila yang pertama
yakni “Ketuhanan Yang Maha Esa” dimana seseorang manusia mempunyai keimanan
yang kuat supaya tidak melakukan hal yang dilarang tersebut. Tetapi bagi kaum
LGBT jangan begitu saja dijauhkan, kita sebagai manusia yang normal harus
memberikan perlindungan dan mendukung penuh supaya mereka bisa sembuh.
Rabu, 22 November 2017
HASIL REVIEW JURNAL PERANAN ETIKA AKUNTAN TERHADAP PELAKSANAAN FRAUD AUDIT
0 komentar By Unknown di 21.41
HASIL REVIEW JURNAL YANG BERJUDUL
PERANAN ETIKA AKUNTAN TERHADAP
PELAKSANAAN FRAUD AUDIT
Achmad Badjuri
Universitas Stikubank. Semarang
194 Fokus Ekonomi (FE), Desember 2010, Hal 194
– 202 Vol.9,
No.3
ISSN : 1412- 3851
Nama Anggota :
Ø Dhyanda Fatihrani 22214946
Ø Navatika Novi Ayu A. 27214872
Ø Theresia Clara Romauli S. 2A214728
Ø Wiwit Aulia S.
2C214321
Ø Zehra Fazrani 2C214660
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS GUNADARMA
TANGERANG 2017
1.
PENDAHULUAN
Penelitian
ini merupakan penjelasan dari konsep dasar etika. Kode etik merupakan sebuah
aturan etika yang telah disepakati oleh lembaga profesi akuntansi. Kode etik digunakan
sebagai acuan peraturan dalam melaksanakan tugasnya sebagai akuntan. Setiap akuntan wajib mematuhi segala macam
bentuk peraturan yang ada didalam konsep dasar etika. Kenyataannya masih terdapat pelanggaran yang
dilakukan oleh beberapa akuntan dimana mereka tidak menjalankan profesi nya
sesuai dengan kode etik yang berlaku. Dengan adanya pihak yang tidak bertanggung jawab tersebut maka
akan mencoreng nama baik profesi akuntansi dan banyak pihak yang dirugikan baik
investor , masyarakat publik, karyawan dan perusahaan. Contohnya
kasus yang terjadi di Enron Amerika serikat yang menyebabkan 50.000 pekerjanya
kehilangan pekerjaan dan sekitar 250.000 investor kehilangan uang investasinya
yang bernilai trilunan rupiah. Selain itu kasus jual beli opini oleh
auditor BPK di Indonesia merupakan dua
contoh kasus pelanggaran kode etik yang sangat serius.
Dengan
adanya kasus tersebut masyarakat akan
meragukan indepedensi seorang akuntan, karena dalam pekerjaannya seorang audit dituntut untuk
bertanggung jawab atas pekerjaannya dan harus bersikap tegas. Seorang audit harus tetap melaporkan segala
bentuk kecurangan yang dilakukan oleh klien.
1.1
Tujuan Penelitian
Menjelaskan mengenai konsep dasar etika, dalam audit dikaitkan dengan konsep dasar audit
serta menjelaskan mengenai profesi dan kode etik akuntan, fraud audit,
standar fraud audit dan etika dalam fraud audit. Dengan memahami
tentang etika dan hubungannya terhadap fraud audit diharapkan akuntan
dapat menegakkan dan menerapkan etika dalam tugas profesionalnya.
2.
PEMBAHASAN
Jurnal ini mengacu pada teori yang disebutkan oleh Keraf
(2002). Teori tentang etika antara lain : etika
deontologi, etika teleologi dan etika keutamaan.
A. Teori Etika Deontologi
Deontologi itu memberikan pedoman moral agar manusia
melakukan apa yang menjadi kewajibannya.
Suatu perilaku akan dinilai baik atau buruk berdasarkan kewajiban yang mengacu
pada nilai-nilai atau norma-norma moral.
Contohnya : Jika
seseorang diberi tugas dan melaksanakannya sesuai dengan tugas maka itu
dianggap benar, sedangkan dikatakan salah jika ia tidak melasanakan tugas
tersebut.
B. Teori Etika Teleologi
Teleologi berbeda dengan teori
dentologi, karena etika teleologi tidak menilai perilaku atas dasar kewajiban
tetapi atas dasar tujuannya atau akibat dari suatu perilaku. Suatu perilaku akan dinilai baik apabila
bertujuan atau berakibat baik sebaliknya suatu perilaku dinilai buruk apabila
bertujuan atau berakibat buruk. Dalam etika teleologi, tindakan manusia
dipandang benar apabila mendatangkan manfaat bagi orang banyak.
Contohnya : Seorang anak
mencuri untuk membeli obat ibunya yang sedang sakit. Tindakan ini baik untuk
moral dan kemanusiaan tetapi dari aspek hukum tindakan ini melanggar hukum
sehingga etika teleologi lebih bersifat situasional,karena tujuan dan akibatnya
suatu tindakan bisa sangat bergantung pada situasi khusus tertentu.
C. Teori Etika Keutamaan
Etika
Keutamaan lebih memfokuskan pada pengembangan-pengembangan watak
moral pada setiap orang. Nilai
moral muncul dari pengalaman hidup, teladan dan contoh hidup yang diperlihatkan
oleh tokoh-tokoh besar dalam suatu masyarakat dalam menghadapi permasalahan
hidup.
Contohnya : Selain sebagai mahasiswa yang mempunyai tugas
belajar saya juga mempunyai kehidupan yang baik dirumah karena sayang mempunyai orang tua yang selalu adil dan bijaksana
terhadap saya dan keluarga saya yang lainnya.
2.1
Pengertian Etika dan Moral
Etika
berasal dari Bahasa Yunani Kuno yaitu etos yang berarti adat istiadat
atau kebiasaan. Menurut pengertiannya etika berkaitan dengan adat istiadat atau
kebiasaan atau perilaku yang dianggap baik. Sedangkan moral berasal Bahasa
Latin yaitu mos) yang berarti adat atau kebiasan. Jadi kita bisa
menyimpulkan baik etika maupun moral mempunyai makna yang hampir sama, yaitu
adat atau kebiasaan atau perilaku yang baik. Namun ada sedikit perbedaan yaitu bahwa
moralitas adalah petunjuk konkret yang siap pakai tentang bagaimana kita harus
hidup. Sedangkan etika adalah perwujudan dan aplikasi secara kritis dan
rasional ajaran moral yang siap pakai itu. Keduanya mempunyai fungsi yang sama,
yaitu memberi orientasi tentang bagaimana kita melangkah dalam hidup ini dan bagaimana kita bersikap atau berperilaku
dalam hidup.
Menurut K. Bertens (2000) terdapat beberapa
pendekatan dalam memandang etika. Pendekatan etika tersebut terdiri dari;
Pendekatan etika normatif, etika deskriptif dan metaetika.
A.
Pendekatan
Etika Normatif
Etika Normatif bersifat memaksa manusia untuk
melakukan apa yang dianggap benar. Etika normatif bersifat memerintahkan berdasarkan
argumentasi yang mengacu pada norma-norma moral yang tidak bisa ditawar-tawar.
Jadi suatu perilaku dikatakan benar jika manusia tersebut melakukan apa yang
dianggap benar, jika manusia tersebut melakukan diluar argumentasi yang mengacu
pada moral maka perilaku tersebut dikatakan salah. Contohnya : Seorang koruptor
walawpun dia hanya korupsi dengan jumlah yang tidak banyak tetap saja perilaku
tersebut salah karna tidak menjunjung tinggi martabat serta moral manusia.
B.
Pendekatan
Etika Deskriptif
Etika deskriptif dapat juga
dikatakan sebagai gambaran secara utuh tentang tingkah laku moral manusia
secara universal yang dapat kita temui sehari - hari dalam kehidupan
masyarakat. Dalam Etika Deskriptif tidak nmemberikanin terpretasi
secara tajam dan lugas, namun hanya menjelaskam suatu fakta yang sedang terjadi
dan berkembang dalam suatu masyarakat tertentu. Etika Deskriptif hanya membahas
dan memberikan analisa penilaiannya atas kejadian tertentu. Contohnya : berdasarkan
kepercayaan orang muslim dan sudah diterapkan di negara Arab bagi seseorang
yang mencuri tangannya akan dipotong selain itu bagi orang yang membunuh
siapapun orangnya tanpa mengenal status juga akan dipenggal kepalanya. Dalam
etika deskriptif tidak menjelaskan secara lugas apakah perilaku tersebut salah
atau benar namun hanya menganalisa fakta-fakta yang terjadi dalam kehidupan
manusia.
C.
Pendekatan
Etika Mateatika
Dalam pendekatan mateatika, suatu perilaku dikatakan baik dan benar
dari sudut moral bukan sekedar karena perilaku itu membantu atau meningkatkan
martabat orang lain, tetapi juga perilaku itu memenuhi suatu persyaratan moral
tertantu. Contohnya : ada seseorang yang ingin mendonorkan ginjal nya untuk
pasien yang sangat membutuhkan, namun ketika akan mendonorkan ginjalnya
seseorang tersebut meminta bayaran yang sangat tinggi. Jadi dapat kita simpukan
bahwa perbuatan seseorang tersebut yang tadinya baik dan memberikan manfaat
kepada orang lain menjadi salah karna tidak memenuhi syarat moral karna seseorang
tersebut meminta bayaran yang sangat tinggi.
2.2
Konsep
Dasar Audit
Konsep dasar sangat diperlukan karena
merupakan dasar untuk pembuatan standar. Menurut Mautz & Sharaf, teori
audit tersusun atas lima konsep dasar, yaitu :
1.
Independensi
(Independence)
Independensi suatu sikap
mental yang di miliki auditor untuk tidak memihak atau tidak berada dibawah
tekanan pihak manapun dalam melakukan audit. Sebagai seorang audit harus
bekerja secara professional tidak memandang siapapun kliennya jika terdapat
kecurangan harus diungkapkan.
2.
Kehati-hatian
dalam audit (Due audit care)
Kehati hatian dalam audit
artinya seorang auditor melakukan pekerjaannya harus dengan sangat hati-hati
dan selalu mengindahkan norma-norma profesi dan norma moral yang berlaku.
Dengan adanya konsep kehati-hatian diharapkan auditor dapat bertanggung jawab.
Tanggung jawab yang di maksud adalah tanggung jawab profesional dalam melaksanakan
tugasnya
3.
Etika
perilaku (Ethical conduct)
Seorang auditor selain harus bersikap
independensi dan berhati hati auditor juga harus memiliki perilaku yang sesuai
dengan norma yang berlaku. Etika yang baik tidak hanya kepada sesame rekan
pekerjaan auditor tapi juga harus diaplikasikan kepada klien nya atau pihak
manapun yang terlibat dalam pekerjaannya sebagai auditor
4.
Bukti (Evidence)
Dalam melaksanakan tugasnya
seorang auditor harus mengumpulkan bukti bukti yang relavan dan kompeten dalam
mengumpulkan bukti sifat seorang auditor harus objektif, pengumpulan bukti ini
dilakukan agar hasil akhir sesuai dengan yang diharapkan dan untuk memperoleh
bahan atau acuan sebagai dasar untuk memberikan kesimpulan atas pemeriksaan
yang di tuangkan dalam pendapat auditor
5.
Penyajian
atau pengungkapan yang wajar (Fair presentation)
Dalam konsep ini seorang auditor harus
memberikan penyajian hasil akhir yang jelas tidak memihak dan tidak bias. Maksutnya
adalah informasi yang disampaikan pada laporan hasil akhir audit harus
disertakan dengan bukti yang relavan dan juga menyajikan dengan kalimat atau
kata kata yang jelas dan tidak menimbulkan bias ataupun salah pengertian.
2.3
Pengertian
Fraud
fraud diartikan
sebagai penipuan, kecurangan atau penggelapan. Fraud
berarti tidak jujur, tidak lurus hati, tidak adil dan keculasan. Fraud
dapat diartikan suatu
keuntungan yang diperoleh seseorang dengan menghadirkan sesuatu yang tidak
sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Dalam fraud terkandung
unsur-unsur: tak terduga, tipu
daya, perbuatan
licik, curang dan merugikan orang lain. Dalam Fraud membutuhkan
suatu pendekatan dan metodologi proaktif untuk membahas kecurangan melalui
pendeteksian dengan mengggunanakan teknik audit yang ada. Ada 3 teknik yang di
bahas yaitu Pencegahan, pendeteksian, dan penginvestigatian. Standar Fraud
audit itu adalah sebagai pedoman bagi anggota masyarakat di Indonesia.
2.4
Penerapan
Etika dalam Fraud Audit
Di Indonesia hal ini dijadikan
contoh bahwa ketatnya penerapan aturan etika dalam pelaksanaan
tugas fraud audit. Fraud auditor di Indonesia perlu melalui
proses seleksi yang ketat agar mendapatkan pengakuan secara legal
dan profesional. Fraud auditor diharapkan mampu menerapkan aturan kode
etik yang ada secara benar agar seorang audit dianggap bekerja
secara professional dan dapat dipercaya oleh masyarakat.
3.
KESIMPULAN
Kasus
enron, world com di Amerika dan kasus jual beli opini oleh auditor BPK di
Indonesia sebagai pelajaran berharga untuk profesi akuntan agar lebih
menerapkan lagi etika ketika menjalankan tugas profesionalismenya. Dengan
adanya kasus tersebut masyarakat akan meragukan profesi akuntan yang sudah
bekerja secara idependen. Lalu selain itu diharapkan tidak ada lagi pihak-pihak
yang dirugikan. Sebagai seorang profesi akuntan tidak hanya mengerti konsep
dasar audit saja tetapi juga harus melaksanakan teori tersebut dalam dunia
pekerjannya demi mendapat kepercayaan penuh dari masyarakat.
;;
Subscribe to:
Postingan (Atom)